SANDUR MANDURO: Warisan Budaya Tak benda dari Dusun Gesing, Desa Manduro, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang Jawa Timur
SANDUR MANDURO: Warisan Budaya Tak benda dari Dusun Gesing, Desa Manduro, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang Jawa Timur
Buku ini memaparkan secara komprehensif tentang Sandur Manduro, seni pertunjukan tradisional dari Dusun Gesing, Desa Manduro, Jombang, Jawa Timur. Awalnya, seni ini berfungsi sebagai ritual bersih desa, namun kini telah bertransformasi menjadi hiburan wisata.
Sandur Manduro memadukan gerak, musik, teater, dan sastra. Pertunjukannya sering menampilkan atraksi humoris dan jenaka yang menghibur, sekaligus menggambarkan realitas sosial masyarakat setempat.
Seni pertunjukan yang berakar kuat dari kehidupan petani di Desa Manduro, daerah perbukitan kapur yang tandus ini telah lama sebagai sarana ritual sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan panen. Selain daripada itu, Sandur Manduro sebagai hiburan mencapai puncak kejayaan pada 1970-an, dengan pementasan hingga 20-26 kali sebulan, sehingga mampu menopang ekonomi para senimannya.
Sandur Manduro mulai menunjukkan eksistensinya kembali pada 1978. Pada 1993, pertunjukan ini kembali aktif dipentaskan dalam berbagai hiburan masyarakat, menandakan kebangkitan yang membanggakan. Puncaknya, pada 2017, Sandur Manduro secara resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia.
Sayangnya, saat ini Sandur Manduro terancam punah karena menurunnya minat generasi muda dan usia seniman senior sudah semakin menua, sehingga pementasannya jarang dilaksanakan. Saat ini, hanya satu kelompok yang bertahan, yaitu Sandur Panji Arum yang dipimpin oleh Rifa'in.
Ukuran Buku 23 x 15,5 cm
Tebal Buku vi, 95 hlm
Buku ini memaparkan secara komprehensif tentang Sandur Manduro, seni pertunjukan tradisional dari Dusun Gesing, Desa Manduro, Jombang, Jawa Timur. Awalnya, seni ini berfungsi sebagai ritual bersih desa, namun kini telah bertransformasi menjadi hiburan wisata.
Sandur Manduro memadukan gerak, musik, teater, dan sastra. Pertunjukannya sering menampilkan atraksi humoris dan jenaka yang menghibur, sekaligus menggambarkan realitas sosial masyarakat setempat.
Seni pertunjukan yang berakar kuat dari kehidupan petani di Desa Manduro, daerah perbukitan kapur yang tandus ini telah lama sebagai sarana ritual sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan panen. Selain daripada itu, Sandur Manduro sebagai hiburan mencapai puncak kejayaan pada 1970-an, dengan pementasan hingga 20-26 kali sebulan, sehingga mampu menopang ekonomi para senimannya.
Sandur Manduro mulai menunjukkan eksistensinya kembali pada 1978. Pada 1993, pertunjukan ini kembali aktif dipentaskan dalam berbagai hiburan masyarakat, menandakan kebangkitan yang membanggakan. Puncaknya, pada 2017, Sandur Manduro secara resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia.
Sayangnya, saat ini Sandur Manduro terancam punah karena menurunnya minat generasi muda dan usia seniman senior sudah semakin menua, sehingga pementasannya jarang dilaksanakan. Saat ini, hanya satu kelompok yang bertahan, yaitu Sandur Panji Arum yang dipimpin oleh Rifa'in.
Ukuran Buku 23 x 15,5 cm
Tebal Buku vi, 95 hlm
Penulis
Prof. Dr. Robby Hidajat, M.Sn.
Prof. Dr. Ponimin, M.Hum.
Dr. Wida Rahayuningtyas, M.Pd.
Diskusi